Sejarah Palagan Ambarawa Dan Hari Jadi TNI Angkatan Darat

Konten [Tampil]

Sejarah Palagan Ambarawa

Palagan Ambarawa merupakan salah satu Palagan pada permulaan Revolusi Kemerdekaan yang membuktikan kemampuan dan ketangguhan pasukan TKR dan pemuda/ rakyat yang telah berhasil mengalahkan pasukan Sekutu-NICA-Jepang dalam suatu pagelaran pertempuran berskala besar.

Sejarah Palagan Ambarawa Dan Hari Jadi TNI Angkatan Darat
Jendral Soedirman menginspeksi pasukannya, foto via kompas
Palagan Ambarawa terjadi pada tanggal 12-15 Desember 1945 adalah kelanjutan dari pertempuran yang sebelumnya terjadi di Magelang (Palagan Magelang) di mana pasukan TKR dan pemuda/rakyat berhasil menahan kemajuan gerakan pasukan Sekutu dan mengusirnya kembali ke Ambarawa.

Sejarah Palagan Ambarawa dimulai dengan pendaratan pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Bethel pada tanggal 19 Oktober 1945 di Semarang bertepatan dengan berakhirnya Pertempuran Lima Hari.

Seperti halnya dengan pasukan Sekutu yang mendarat di tempat-tempat lain pada waktu itu, mereka menyatakan bahwa maksud kedatangannya hanyalah untuk mengurusi tawanan sipil orang-orang Sekutu yang ditawan Jepang dan melucuti serta memulangkan pasukan Jepang ke negerinya dengan tidak akan mengganggu kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia. Karena itu, pemerintah daerah Jawa Tengah yang dipimpin oleh Gubernur Mr. Wongsonegoro tidak menghalangi kedatangan pasukan Sekutu tersebut malahan akan membantunya agar mereka dapat melaksanakan tugas pembebasan tawanan sipil dan perlucutan pasukan Jepang, meskipun tidak meninggalkan kewaspadaan terhadap gerak-gerik mereka.

Dengan alasan untuk melaksanakan tujuan di atas, pasukan Sekutu melanjutkan gerakannya menuju Ambarawa dan Magelang Mereka memasuki Kota Magelang pada tanggal 30 Oktober 1945 di bawah pimpinan Kolonel Edward. terdiri dari 12 Batalyon Infanteri dengan tambahan pasukan KNIL dan dikawal oleh sejumlah tank. pantser. dan brencarrier.

Mereka menempati gedung-gedung di sekitar Alun-alun, Susteran. Badaan, tangsi Tuguran dan Sekolah Kader infanteri. Pada saat itu di Magelang dan Karesidenan Kedu sudah terdapat Pasukan TKR sebanyak I Resimen (Resimen Magelang) yang dipimpin oleh Letkol. Sarbini yang memiliki kekuatan lima batalyon (Batalyon Mayor Soeryosoempeno, Batalyon Mayor Kusen. Batalyon Mayor Soewito Harjoko, Batalyon Mayor A. Yani, dan Batalyon Mayor Wagiman). Di samping itu terdapat kesatuan Laskar rakyat dan pemuda. seperti BPRI, Resimen Tidar. Laskar Bom Berjiwa. Hizbullah, Sabillilah, API. Barisan Banteng. Pesindo, dan lain-lain. Karesidenan Kedu dan Kota Magelang berada di bawah wilayah Divisi V yang dipimpin oleh Kolonel Soedirman dan berpusat di Purwokerto Karena itu Kolonel Soedirman bersikap waspada terhadap gerakan pasukan Sekutu di Magelang, karena gerakan tersebut akan mengancam kedudukan Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta serta telah nyata-nyata menyeleweng dari tugas mereka semula.

Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya insiden, maka pertahanan daerah Magelang diperkuat dengan mengirimkan beberapa kesatuan dari Divisi V ke Magelang, yaitu Batalyon I/Res. 16/Div. V yang dipimpin oleh Mayor Imam Hadrongi dan Batalyon I/Res. 15/Div. V (Pasukan Wijayakusuma) yang dipimpin oleh Mayor Soegeng Tirto Sewoyo. Kedua pasukan ini merupakan pasukan andalan dari Divisi V karena mempunyai persenjataan yang paling lengkap.

Ternyata kecurigaan kita terhadap gerakan pasukan Sekutu di Magelang memang benar. Serdadu-serdadu Sekutu mulai melakukan tindakan propokatif dengan menurunkan bendera Merah Putih di beberapa gedung dan menggantinya dengan bendera Inggris, merampas kendaraan R.I. yang didapat dari Jepang, sedang agen NICA secara demonstratif Imemancing-mancing insiden untuk menimbulkan kekacauan serta mempersenjatai orang Belanda bekas tawanan perang untuk melakukan teror terhadap penduduk.

Akibat tindakan pasukan Sekutu tersebut, pecahlah pertempuran di Magelang di antara pasukan TKR bersama pemuda dan laskar rakyat melawan pasukan Sekutu dalam NICA pada tanggal 31 Oktober 1945. Pertempuran berlangsung sengit di mana pasukan Sekutu menggunakan senjata modern melawan pasukan TKR dan pemuda yang bersenjata hasil rampasan Jepang dan senjata tajam (bambu runcing).

Sementara itu pasukan bantuan dari arah Yogyakarta dan Surakarta datang mengalir ke Magelang untuk memperkuat pasukan TKR. Dari Divisi IX Yogyakarta datang pasukan Batalyon 8/Res. 1/Div. IX pimpinan Mayor Sardjono dan Batalyon 10/Res. 2/Div. IX pimpinan Mayor Soeharto. Kedua pasukan tersebut dipimpin secara bergantian oleh Komandan Res. 1/Div. IX Let. Kol. Umar Slamet dan Komandan Res. 2/Div. IX Let. Kol. Palal. Selain itu datang pula pasukan Laskar Tentara Rakyat Mataram (TRM) pimpinan Soetardjo (Bung Tardjo) dan Barisan Polisi Istimewa Yogyakarta pimpinan Onie Sastroatmodjo. Dari Klaten datang pasukan Batalyon 3/Res. 1/Div. X sebanyak dua kompi yang masing-masing dipimpin oleh Kapten Katamso dan Raksono, dan pasukan AMRI Klaten pimpinan Soemarto dan Naryo.

Sekutu terdesak dan meminta gencatan senjata


Dengan datangnya bala bantuan dari berbagai daerah. maka perlawanan dan semangat tempur TKR dan rakyat Magelang semakin meningkat, sehingga kedudukan pasukan Sekutu terkepung dan terancam kekalahan. Melihat hal itu, pucuk pimpinan pasukan Sekutu di Jakarta segera menghubungi Presiden Soekarno untuk meminta agar beliau dapat turun tangan untuk menghentikan pertempuran.

Politik diplomasi pimpinan Sekutu ini adalah sama dengan yang mereka lakukan dalam pertempuran di Surabaya dan Bandung jika pasukan mereka terancam kekalahan, mereka segera minta perundingan dengan melalui Pemerintah Pusat RI di Jakarta.

Pada tanggal 1 Nopember 1945 Presiden Soekarno beserta Menteri Sekretaris Negara tiba di Semarang untuk mengusahakan penghentian pertempuran di Magelang. Dari Semarang perjalanan dilanjutkan ke Yogyakarta dengan diantar oleh Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro dan Komisaris Tinggi R.P. Suroso.

Pada tanggal 1 Nopember sore hari diadakan permusyawaratan di Yogyakarta yang dihadiri oleh Staf Umum TKR, pemimpin-pemimpin TKR dari Magelang dan Sultan Hamengku Buwono IX. Pada malamnya rombongan Presiden dengan Jenderal Oerip Soemohardjo berangkat ke Semarang untuk mengadakan perundingan dengan pimpinan Sekutu di Jawa Tengah. Dari Semarang rombongan Presiden dan KSU TKR dengan Panglima Inggris berangkat ke Magelang untuk mengatur syarat-syarat penghentian pertempuran. Akhirnya pada tanggal 2 Nopember 1945 pukul 02.30 presiden Soekarno mengumumkan perintah penghentian pertempuran melalui corong radio.

Sebenarmya TKR dan badan-badan kelaskaran menerima perintah tersebut dengan berat hati. tetapi bagi mereka tiada pilihan lain kecuali harus taat kepada Pemerintah Pusat. Tetapi hal itu tidak mengurangi kewaspadaan kita terhadap kemungkinan pecahnya lagi insiden. Ternyata kecurigaan itu terbukti, karena pihak Sekutu menggunakan kesempatan itu untuk mendatangkan bantuan dan alat persenjataan berat dan pasukan Jepang yang diperalat untuk menindas rakyat Indonesia serta kaki tangan NICA dari Semarang. Karena itu pasukan TKR bersama pemuda/rakyat melakukan blokade yang ketat terhadap kedudukan pasukan Sekutu, sedangkan rakyat memasang barikade dengan menebang pohon-pohon di tepi jalan untuk merintangi bantuan Sekutu dariSemarang ke Magelang.

Keadaan ini menyebabkan pasukan Sekutu di Magelang terisolasi dan bantuan bahan makanan hanya dapat didatangkan melalui droping dari udara. Di samping itu, pertempuran 10 Nopember di Surabaya kiranya menginsafkan mereka bahwa pendudukan yang lebih luas akan berarti pertempuran yang luas sekali dengan rakyat Indonesia yang baik secara politik maupun militer pihak Inggris tidak berani menghadapinya. Keadaan itulah yang mungkin telah mendorong Inggris untuk membatalkan niatnya menduduki Magelang lebih lama lagi.

Pasukan Sekutu mundur dari Magelang

Akhirnya secara mendadak, pada tanggal 21 Nopember 1945 malam hari pasukan Sekutu mundur dari Magelang menuju Ambarawa di bawah perlindungan Angkatan Udaranya. Peristiwa pengunduran Sekutu dari Magelang ini membuktikan kemampuan pasukan TKR dan badan-badan kelaskaran yang meskipun dengan persenjataan yang serba kurang telah berhasil memaksa musuh meninggalkan kedudukannya, sehingga ancaman terhadap markas tertinggi TKR di Yogyakarta dapat dihindarkan.

Tetapi kekalahan mereka di Magelang itu rupa-rupanya membuat pasukan Sekutu menjadi mata gelap, karena dalam gerakan pengunduran diri itu mereka menghamburkan peluru ke berbagai penjuru untuk menteror rakyat dan membakari rumah penduduk di sepanjang jalan raya dari Pingit ke utara. Karena hal ini, maka pimpinan TKR telah memerintahkan untuk melakukan pengejaran dan menghukum musuh.

Pasukan TKR yang melakukan pengejaran terdiri dari Batalyon Soeryosumpeno, Batalyon Soewito Haryoko, Batalyon Koesen, dari Resimen Sarbini di Magelang, Batalyon Imam Hadrongi dari Resimen Isdiman Purwokerto dan Batalyon Sugeng Tirtosewoyo dari Resimen Moh. Bachrun Cilacap, Batalyon Soeharto dan Batalyon Ismullah dari Resimen Soenarwibowo Yogyakarta. Selain itu diikuti pula oleh pasukan Barisan Polisi Istimewa dan badan kelaskaran seperti Tentara Rakyat Mataram, Pemuda Pelajar dan lain-lain.

Ternyata gerakan mundur pasukan Sekutu dari Magelang tersebut tidak berjalan lancar akibat hambatan barikade sepanjang jalan yang dipasang oleh rakyat dan pemuda dan serangan hambatan dan pencegatan dari pasukan TKR yang melakukan pengejaran. Di Ngipik, pasukan Sekutu mendapat serangan pencegatan oleh Batalyon Soeryosumpeno. Di daerah Jambu, mereka dicegat oleh suatu pasukan AMRI pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat oleh laskar gabungan dari Suruh, Surakarta dan Ambarawa.

Kemudian di Gumuk Gambir terjadi lagi pencegatan yang heroik yang dilakukan oleh pasukan pemuda AMRI Bedono yang dibantuoleh laskar Hizbullah dari Suruh dan pasukan TKR dari Ambarawa, di mana dalam pertemp uran ini pada tanggal 21 Nopember telah gugur 13 orang pemuda. Pada akhirnya dengan susah payah mereka dapat mencapai kota Ambarawa dan bergabung dengan pasukan Sekutu/Belanda yang telah berada di kota tersebut.

Pasukan Sekutu kemudian menyusun pertahanan yang kuat di sekitar jembatan antara Garung dan Ngampin, sedang pasukannya yang datang dari Magelang menempati gedung sekolah Mulo St. Louis, kompleks Pasturan, Kantor Polisi dan berkas markas AMRI di gedung Among Darmo, yang kemudian tempat-tempat itu diperkuat dengan kubu pertahanan serta membakari rumah penduduk.

Pada waktu terjadinya pengepungan terhadap kedudukan pasukan Sekutu di Magelang, pasukan TKR bersama rakyat dan pemuda di kota Ambarawa juga melancarkan boikot terhadap pasukan Sekutu yang menduduki tempat-tempat tertentu di dalam Kota Ambarawa (bekas tangsi Ambarawa, Hotel van Rheeden, kompleks Gereja dan tangsi Banyubiru).

Blokade TKR dan Pemutusan pipa saluran air yang memicu pertempuran palagan Ambarawa


Selain itu penjagaan pertahanan semakin diperketat oleh pasukan TKR bersama pemuda. Ketika situasi makin panas, terjadi pemutusan aliran air minum dari tandon air sendang Ngempon oleh para pemuda, sehingga konsentrasi Sekutu di Pasturan menderita kekurangan air. Pada tanggal 20 Nopember, pihak Sekutu menghubungi Wedono dan pimpinan pasukan TKR di Ambarawa untuk menanyakan masalah pemutusan aliran air tersebut. Tetapi dalam pertemuan terjadi pertengkaran sehingga seorang serdadu Gurkha tewas tertembak. Kejadian ini merupakan awal dari pecahnya pertempuran di Ambarawa antara pasukan TKR dan pemuda/rakyat melawan pasukan Sekutu.

Dalam pertempuran tersebut terlibat pasukan Batalyon Soemarto (Bat. 3/Res. 3/Div. IV) dan  Batalyon Mayor Ashari (Bat. 2/Res. 3/Div. IV) yang mengepung tangsi Banyubiru, sedang Batalyon Mayor Soetarno (Bat. 1/Res. 3/Div. IV) dari Salatiga bergerak maju menyusun pertahanan di sekitar Asinan dan Tuntang dan menyusup ke daerah Panjang. Di samping itu telah datang bala bantuan pasukan dari Boyolali, Suruh, dan Surakarta.

Garis medan di dalam kota Ambarawa terbentang di sepanjang rel kereta api, di mana pasukan TKR dan AMRI menyusun pertahanan di sebelah utara rel, sedang pihak Sekutu bertahan di sebelah selatan rel. Juga perhubungan Sekutu di Ambarawa dengan Semarang menjadi terputus akibat pencegatan yang dilakukan oleh Batalyon Mayor Rochadi (Bat. 1/Res. 3/Div. IV) di daerah Ungaran.

Sementara itu pasukan TKR yang melakukan pengejaran dari Magelang melakukan konsolidasi di Tempuran dan Jambu pada tanggal 23 Nopember. Kontak pertama dengan musuh terjadi di sekitar jembatan Garung dan Ngampin.

Pada serangan pertama pasukan TKR terpaksa mundur karena akibat serangan udara dan tembakan meriam musuh. Setelah datang bantuan pasukan yang diangkut dengan kereta api dari Magelang ke Bedono, serangan kedua dilancarkan oleh pasukan TKR terhadap pertahanan musuh di Garung dan Ngampin, sedang meriam TKR ditarik maju ke desa Kelurahan dan menghujani kubu pertahanan musuh. Karena terdesak, musuh kemudian mundur dan menyusun pertahanan di sekitar pekuburan Belanda. Pasukan Imam Hadrongi mengambil posisi di sebelah kiri jalan dan pasukan lainnya menyerbu dari arah kanan jalan. Pasukan TKR setapak demi setapak dapat mendesak musuh di pekuburan Belanda sehingga kedudukan mereka di kompleks Gereja terancam

Musuh kemudian menggerakkan pesawat udaranya, kendaraan lapis baja, dan pasukan Jepang, sehingga pasukan TKR terpaksa mengundurkan diri ke Desa Kelurahan. Di sebelah utara dan timur ko ta Ambarawa, pertahanan dilakukan oleh pasukan dari Divisi IV pimpinan Kolonel GPH Djatikoesoemo, misalnya pasukan Mayor Rochadi yang melakukan penghadangan di Ungaran - Ambarawa, pasukan Mayor Soetarno yang menyusun pertahanan di Banyubiru, Tuntang dan Asinan. Markas Divisi IV kemudian dipindahkan ke perkuburan Asinan. Dari Surakarta dikirimkan pasukan dari Res. 1/Div. X dan Res. 2/Div. X ke Ambarawa, misalnya Batalyon Mayor Koesmanto, Batalyon Mayor Slamet Riyadi, Bat. Mayor Sunitiyoso, dan Bat. Mayor Soeharto (semuanya dari Res. 1/Div. X), Bat. Mayor Sastrelawu, Bat. Mayor Sumadi dan Bat. Mayor Suharto Bagus (dari Res. 2/Div. X). Juga badan kelaskaran dan pasukan pemuda tak ketinggalan mengalir ke Ambarawa.

Keadaan tersebut menyebabkan kedudukan pasukan Sekutu di Ambarawa sungguh-sungguh terkepung, sehingga mereka hanya dapat mendatangkan bantuan suplai makanan dari pesawat terbang. Tetapi keadaan pasukan TKR yang berada di sektor di sekitar Kota Ambarawa pada waktu itu boleh dikatakan kurang terdapat koordinasi dan kerjasama yang teratur. Karena itu pertemuan pimpinan pasukan TKR memutuskan dibentuknya Markas Pimpinan Pertempuran (MPP) yang dipimpin oleh Kolonel Holan Iskandar dan bermarkas di Magelang. Selain itu disusun pula pembagian sektor pertempuran di Ambarawa yang terdiri dari Sektor Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Gugurnya Letkol Isdiman 

Sementara itu, untuk mengkonsolidasi pasukan Divisi V yang bertempur di Ambarawa, oleh Komando Divisi V dipandang perlu untuk memperkuat tenaga pimpinan, sehingga Kolonel Soedirman selaku Komandan Div. V  memutuskan untuk mengirimkan Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen I Div. V, ke Ambarawa sebagai Komandan Pertempuran di Sektor Selatan.

Tetapi sayang, tenaga kepercayaan Panglima Divisi V ini pada tanggal 26 Nopember 1945 gugur di Desa Kelurahan akibat serangan udara Sekutu. Pada waktu itu sedang berlangsung serah terima komando pertempuran dari Mayor Imam Hadrongi kepada Let.Kol. Isdiman di gedung Sekolah Dasar Desa Kelurahan pada kira-kira jam 11.00 siang. ketika tiba-tiba sebuah pesawat udara cocor merah (Mustang) Sekutu melancarkan serangan. Let.Kol Isdiman dan Mayor Imam Hadrongi berlindung di bawah pohon Waru di belakang sekolahan. Tetapi malang bagi Let. Kol. Isdiman, ia terkena peluru dan menderita luka parah pada kedua pahanya. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Magelang, tetapi tak dapat tertolong dan meninggal pada tanggal 27 Nopember 1945. Jenasahnya kemudian dimakamkan di Yogyakarta pada tanggal 28 Nopember 1945.

Gugurnya Let. Kol. Isdiman merupakan kerugian yang besar bagi pasukan TKR, namun kehilangan itu tidak mematahkan semangat para pejuang. Komando Pertempuran kemudian dipegang oleh Let. Kol. Gatot Subroto. Kehadiran Let. Kol. Gatot Subroto di medan pertempuran ternyata membawa angin baru bagi anak buah pasukan TKR, sehingga semangat juang tetap tinggi. Pada saat pertempuran mencapai situasi kritis dan menentukan, maka pucuk pimpinan tertinggi TKR memerintahkan Komandan Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman, untuk terjun langsung memimpin pertempuran perebutan Kota Ambarawa.

Kehadiran Kol.Soedirman di medan pertempuran ini ternyata merupakan titik balik yang menentukan jalannya pertempuran. Untuk mempelajari situasi dan mengkoordinasi seluruh kesatuan yang ada, Kol. Soedirman mendatangi para komandan sektor. Berkat kepribadiannya yang sederhana, tegas, berani, dan bijaksana, Kol. Soedirman dapat meyakinkan para komandan sektor akan perlunya koordinasi dan ketaatan di bawah satu komando, sehingga para komandan sektor yang pada mulanya bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan ingin menonjolkan kesatuannya masing-masing, kemudian sadar dan sepakat menempatkan diri di bawah komando Kol. Soedirman. Sejak saat itu perlawanan yang tadinya berjalan atas inisiatip masing-masing kesatuan, kemudian mulai terkoordinasi dengan teratur.

Agaknya kemenangan pasukan TKR dan rakyat sudah semakin dekat. Pada tanggal 5 Desember 1945 pasukan TKR bersama rakyat dapat merebut benteng Banyubiru. Pada tanggal 9 Desember pasukan TKR di daerah Semarang berhasil merebut Lapangan Udra Kalibanteng, sehingga perhubungan Sekutu melalui udara juga terputus. Selain itu juga pasukan TKR menguasai jalan raya Ungaran- Ambarawa melaporkan sudah menguasai jalan raya tersebut. Keadaan pertempuran yang sangat menguntungkan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Kol. Soedirman untuk melancarkan serangan umum pembebasan terakhir terhadap kota Ambàrawa.

Pada tanggal 11 Desember 1945 pukul 18.00 Kol. Soedirman memanggil segenap komandan sektor dan komandanLaskar berkumpul untuk merundingkan rencana serangan umum terhadap Ambarawa. Kol. Soedirman menguraikan strategi pengepungan yang dikenal dengan "Supit Urang. Pada akhirnya rapat memutuskan:

  1. Serangan umum akan dimulai pukul 04.30 tanggal 12 Desember 1945.
  2. Serangan umum dilakukan di semua sektor secara serentak pada saat yang sama.
  3. Komando penyerangan (pasukan pemukul) dipegang oleh para komandan pasukan TKR, sedangkan pasukan Laskar Perjuangan menempati barisan lapis kedua.

Pada tanggal 12 Desember 1945 pukul 04.30 tanda penyerangan yang berupa karaben mitralyur melepaskan isyarat komando tembak di seluruh medan, disusul dengan ledakan ratusan pucuk senapan, meriam, dan granat yang menghantam pertahanan lawan.

Pertempuran berlangsung sepanjang hari tanpa berhenti dan diteruskan selama empat hari sampai tanggal 15 Desember. Pada hari-hari terakhir pasukan TKR dan laskar perjuangan sudah berhasil membentuk gerakan menjepit "Supit Urang" yang ujung-ujungnya bertemu di luar kota sebelah utara Ambarawa Pada tanggal 14 Desember pasukan TKR melancarkan serangan terakhir, sehingga pertahanan pasukan Sekutu telah pecah.

Pada tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30 iring-iringan pasukan Sekutu mulai bergerak meninggalkan Ambarawa melalui Bawen terus ke utara menuju Semarang. Pengejaran di lakukan oleh pasukan TKR sampai di daerah Srondol yang seterusnya menyusun pertahanan di sana.

Kemenangan dalam pertempuran Ambarawa ini mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia dan TNI khususnya. Tanggal 15 Desember kemudian ditetapkan sebagai Hari Infanteri yang membuktikan kemampuan strategi dan taktik gerakan pasukan Infanteri TKR, yang sekaligus membuktikan bahwa pasukan TKR bukanlah pasukan yang tidak teratur seperti dipropagandakan oleh pihak Belanda, tetapi adalah pasukan yang teratur dan berdisiplin di bawah pimpinan yang cakap. 

Kemenangan di Ambarawa ini juga menjadi pelipur lara di samping 'kekalahan" yang diderita oleh pasukan kita di beberapa medan pertempuran pada saat permulaan Perang Kemerdekaan. 

Pada hari kemenangan Palagan Ambarawa tanggal 15 Desember, Kepala Staf Umum TKR Letnan Jenderal Urip Sumohardjo datang menemui atasannya yang baru, Jendral Soedirman, yang telah diangkat sebagai Panglima Besar TKR. Pelantikan Pak Dirman (Jenderal Soedirman) sebagai Panglima Besar TKR dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 1945 dalam upacara di Gedung Negara Yogyakarta oleh Presiden Soekarno.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak