Andi Sultan Daeng Raja, Biografi dan Sejarah Perjuangan Sang Pahlawan Nasional Dari Sulawesi Selatan

Konten [Tampil]

Andi Sultan Daeng Raja dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1894 di daerah Saoraja, Gantarang (sekarang Kabupaten Bulukumba), Makassar. Beliau adalah  keturunan dari pasangan Passari Petta Landra dan Andi Ninnong. Dari pasangan inilah, Andi Sultan Daeng senantiasa dididik untuk menjadi seorang patriot yang sangat mendamba-dambakan kemerdekaan dari penjajahan.

Andi Sultan Daeng Raja
Monumen Andi Sultan Daeng Raja di Pantai Losari, Foto via http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/


Andi Sultan Daeng Raja merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan dan salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Ia terlahir dari lingkungan keluarga-keluarga yang sangat mengidealkan kemerdekaan. Sejak Kecil, jiwa patriotisme telah tertanam dalam dirinya.

Dengan demikian, tidak heran bila tokoh yang satu ini sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan sejak usianya masih muda. Konon, saat masih muda, Andi Sultan Daeng Raja sudah dibilang cukup aktif dalam berbagai organisasi, khususnya semenjak ia menjadi siswa di Sekolah Calon Pamong Praja atau OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) yang berada di kota Makassar.

Semangat perjuangan Andi Sultan Daeng Raja semakín berkobar ketika ia dipercaya menjabat sebagai Regent  Kepala Adat Gantarang. Semenjak itulah, ia mulaí aktif dalam mengikuti perkembangan perpolitikan indonesia, khususnya di Jawa.

Terkait dengan hal itu, Andi Sultan Daeng Raja mulai intens dalam mengikuti perkembangan organisasi Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam yang saat itu dijadikan sebagai wadah perjuangan rakyat dalam melawan penjajahan Belanda. Bagi Andi Sultan, kedua Organisasi inilah yang telah memberikan motivasi untuk kelangsungan perjuangannya di Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, Andi Sultan Daeng Raja secara diam-diam mengikuti Kongres Sumpah Pemuda. Sepulangnya dari kongres tersebut, spirit perjuangan Andi Sultan untuk melawan penjajah semakin berkobar. Setelah itu Ia juga aktif dalam sebuah organisasi yang bernama Kepanduan Bangsa Indonesia/ KBI yang berada di Sulawesi.

Setelah itu Beliau cukup aktif dalam berjuang dan mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia. Beberapa hari setelah diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, Andi Sultan mendirikan sebuah organisasi kepemudaan yang diberi nama Pergerakan Nasional Indonesia (PNI), dengan tujuan menghimpun kaum muda Indonesia sebagai upaya mengamankan dan membela kemerdekaan Indonesia.

Seiring hal tersebut, Belanda kembali masuk ke Indonesia dengan pasukan NICA-nya, yang bermaksud menjajah kembali Indonesia, dengan cara menyebarkan pasukannya ke berbagai daerah, termasuk ke Bulukumba.

Di daerah Bulukumba inilah, Belanda menerapkan strategi dengan jalan mengajak bekerjasama dengan Andi Sultan, namun Beliau menolak tawaran Belanda tersebut dengan tegas. Karena hal tersebut, Belanda menganggap bahwa Andi Sultan merupakan target yang harus disingkirkan.

Belanda kemudian menangkap Andi Sultan pada tanggal 2 Desember 1945 di daerah Kampung Kasura, Gantarang dan kemudian memenjarakan Beliau di Kota Makassar.

Namun,penangkapan Andi Sultan tersebut ternyata tidak mampu meredam gejolak perlawanan dari masyarakat. Bahkan, peristiwa penangkapan itulah yang kemudian menjadi pemicu munculnya gelombang penolakan masyarakat Bulukumba yang semakin besar.  Dengan demikian, para pemuda Bulukumba pun memutuskan untuk mengadakan perlawanan yang lebih keras terhadap Belanda.

Terkait dengan hal itu, para pemuda Bulukumba mendirikan sebuah organisasi perlawanan bersenjata, yang kemudian diberi nama laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR). Meskipun saat itu Andi Sultan Daeng Raja masih berada dalam tahanan, tapi ia dijadikan sebagai Bapak Agung PBAR.

Sehingga, para pemuda yang tergabung dalam organisasi tersebut senantiasa berkoordinasi dengan Andi Sultan, khususnya melalui para keluarga yang datang menjenguknya di penjara. Bahkan, Andi Sultan kerap memberikan perintah terhadap PBAR agar senantiasa memberikan perlawanan dan mempertegas perjuangan mereka terhadap pemerintahan Belanda.

Pada tanggal 5 Oktober 1946, para pemuda dan masyarakat Bulukumba mengadakan pertemuan yang bertempat di rumah Andi Manribu di Kampung Bojo Palampang. Dalam pertemuan tersebut, para pemuda dan masyarakat menyepakati dan berikrar untuk melanjutkan perjuangan dengan mempersatukan kekuatan pemuda. Bahkan, mereka juga bersepakat untuk merencanakan gerakan pemberontakan Gantarang yang dikoordinasi oleh Andi Sultan.

Pada tanggal 17 Maret 1949, setelah lima tahun sebelumnya mendekam di penjara KIS dan tidak mendapat kepastian hukum, akhirnya Andi Sultan diadili oleh tentara Sekutu. Dalam hal ini, Andi Sultan dituduh telah bersekongkol dengan para pemuda dalam melawan pemerintah Belanda. Atas tuduhan tersebut, Andi Sultan diasingkan ke Sulawesi Utara, tepatnya di daerah Manado.

Meskipun demikian, Andi Sultan tidak lantas menghentikan perjuangannya. Di daerah pengasingan, ia senantiasa menjalin komunikasi dengan para pejuang seperti halnya Dauken, Max Tumbel, dan Panamun. Dengan ketiga pejuang tersebut, Andi Sultan kerap kali berdiskusi mengenai perkembangan politik RI.

Masa pengasingan di Manado hanya dijalaninya selama kurang lebih satu tahun. Pada masa berakhirnya Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, akhirnya pihak Belanda memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Akhirnya, pada tanggal 8 Januari 1950, Andi Sultan secara resmi mendapatkan kebebasannya. Kebebasan Andi Sultan disambut meriah oleh masyarakat Bulukumba. 

Pada tahun 1951, ia langsung dipercaya untuk menjadi Bupati Bantaeng dan sekaligus menjadi anggota Konstituante. Jabatan tersebut dipegangnya selama kurang lebih enam tahun, yakni hingga tahun 1957. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 17 Mei 1963, Andi Sultan meninggal dunia dalam usia 70 tahun.

Perjuangan Andi Sultan yang tidak pernah surut dalam melawan penjajahan akhirnya mendapatkan pengakuan dari pemerintahan Indonesia. Pada tanggal 3 November 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam surat Keputusan Presiden RI No.085/TK/Tahun 2006, menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Andi Sultan Daeng Raja.


Sumber:
Faidi, A, 2014, Jejak-jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa,  Penerbit Saufa Yogyakarta

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak