Inilah Alasan Mengapa Kukang Tak Boleh Dipelihara

Konten [Tampil]

Karena penampilannya yang lucu, menggemaskan, dan terkesan jinak, kukang menjadi salah satu satwa liar yang paling terancam oleh perdagangan liar di Indonesia.

Sebagian masyarakat memelihara kukang karena ketidaktahuan bahwa satwa ini dilindungi oleh undang-undang—dilarang untuk diperdagangkan dan dipelihara. Sebagian kerap memamerkan satwa yang mereka pelihara ini di internet dan berbagai situs jejaring sosial. Sebagian lagi bahkan mengira kukang sebagai kuskus.

Alasan Mengapa Kukang Tak Boleh Dipelihara
Kukang Jawa, foto via wawan@jelajah.id


Menurut survei organisasi yang bergerak dalam pelestarian satwa, Profauna, kukang adalah satwa liar paling banyak diperdagangkan di Indonesia—setelah monyet ekor panjang yang biasa dikenal dalam pertunjukan topeng monyet keliling. Dalam skala internasional, kukang juga diekspor secara ilegal, seperti ke Cina, karena diyakini memiliki khasiat dalam kesehatan dan peruntungan. Sesuatu hal yang sebenarnya tak pernah terbukti secara sains.

Indonesia memiliki setidaknya tiga spesies kukang dari genus Nycticebus yakni kukang jawa, kukang Sumatra, dan kukang Kalimantan. Sekitar tiga tahun lalu, spesies yang diyakini baru juga berhasil diidentifikasi di Kalimantan.

Di antara sekian spesies kukang dunia, kukang Jawa (Nycticebus javanicus) adalah yang paling terancam populasinya. IUCN (kesepakatan internasional untuk pelestarian alam) mendudukkannya sebagai salah satu spesies primata paling terancam punah di dunia. Statusnya adalah kritis (critically endangered).

Di Jawa, Kukang biasanya tinggal di perbatasan antara hutan dan daerah pertanian. Satwa ini nokturnal (beraktivitas di malam hari) sehingga siang hari justru merupakan saatnya mereka beristirahat. Inilah salah satu alasan mengapa satwa ini tidak cocok untuk dipelihara. Namun, masih terdapat banyak sebab lain.

“Kukang membantu penyerbukan tanaman. Mereka juga memangsa banyak serangga dan tikus, sehingga berperan dalam membantu mengamankan wilayah pertanian sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem,” jelas Profesor K.A.I Nekaris, ahli primata yang mengkhususkan diri dalam penelitian dan pelestarian kukang.

Selama ini penegakan undang-undang terkait pelestarian dan perdagangan satwa liar di Indonesia terbilang lemah. Penegakan biasanya hanya terjadi terhadap para pedagang di lapangan, namun pengepulnya sering melenggang dengan aman dan nyaman.

Beberapa tahun silam saat membuat cerita tentang kukang untuk majalah National Geographic Indonesia, saya mendapati bahwa satwa ini banyak diperdagangkan secara terbuka di pasar satwa seperti di daerah Jatinegara. Bahkan sesekali tampak dijual di tepi-tepi jalan di kawasan lain. “Untuk setiap ekor yang ditangkap di hutan dekat kampung, saya mendapat 30 sampai 50 ribu rupiah,” jelas Ade Sopyan, warga Sumedang yang telah bertobat dari jaringan perdagangan kukang. Di Jakarta, harganya bisa mencapai ratusan ribu hingga lebih dari setengah juta rupiah per ekor.

International Animal Rescue (IAR) dalam keseharian mereka di pusat rehabilitasi di kaki Gunung Salak kerap menerima kukang eks peliharaan yang telah dicabuti giginya. Alhasil, satwa malang ini sulit untuk direhabilitasi. Sulit untuk dilepasliarkan kembali ke alam karena tak memiliki gigi lengkap sebagai modalnya untuk bertahan hidup.

Video dokumenter oleh Indonesian Rainbow tentang pelestarian kukang Jawa beserta aneka tantangannya. © Indonesian Rainbow

“Melalui video ini kami berharap dapat ikut membantu penyadartahuan masyarakat,” ucap Mochamad Taufik yang bersama Wawan Tarniwan berkreasi dalam Indonesian Rainbow. Mereka aktif dalam pendokumentasian kehidupan satwa liar di Pulau Jawa, beserta aneka rupa tantangannya.

Taufik, Wawan, dan para penggiat pelestarian berharap bahwa masyarakat semakin paham tentang pentingnya keseimbangan di alam. Seperti juga yang disenandungkan oleh Abah Rusli, seniman beluk (seni kidung Sunda) dalam tayangan video: “Sadarlah, engkau sadar. Jika kita hidup di dunia, jangan segala dilanggar.” 


Repost dari Jelajah.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak