Laksamana Keumala Hayati, Inovator Kemiliteran Dunia

Konten [Tampil]

Laksamana Keumala Hayati adalah seorang pembaharu (inovator), dan penyemangat (motivator) ulung yang berhasil menjadikan kemalangan menjadi keberuntungan. Di penghujung abad XVI Masehi, banyak tentara laki-laki di Sumatera meninggal dalam perang dengan Portugis di perairan Selat Melaka.

Keumala Hayati yang merupakan lulusan Akademi Bitai Ma’had Baitul Maqdis meminta pendapat beberapa ulama (Dalam suatu riwayat dikisahkan, ia meminta pendapat itu pada Qadhi Malikul Adil yang saat itu Maulana Syekh Hamzah Fansuri). Ulama-ulama pun menyetujui rencananya untuk mengumpulkan janda-janda dari tentara negara Aceh Darussalam yang syahid dan dilatih bertempur secara profesional.

Laksamana Keumala Hayat

Setelah ulama dan petinggi kesultanan mendukung, maka perwira marinir handal, Keumala Hayati, yang suaminya ikut syahid di dalam perang dengan Portugis ini pun mengumpulkan perempuan-perempuan yang di kemudian hari dijuluki dengan Laskar Inong Balee.

Sekalian perempuan itu secara suka rela menjadi tentara, dengan sadar dan mengetahui akhir dari itu, yakni syahid yang mungkin saja jasadnya akan terbuang ke laut dan dimakan ikan, menyusul suami-suami, anak, dan kerabat mereka.

Setelah beberapa waktu, bukan saja janda perang Portugis yang ikut Laskar Inong Balee, namun juga gadis gadis AcehDarussalam pun berebutan mendaftakan diri mereka menjadi tentara Laksamana Keumala Hayati karena mengagumi kepemimpinannya dalam membela negara dan Islam.

Hal ini menunjukkan betapa Keumala Hayati memiliki kharisma yang kuat di mata masyarakat dan merupakan seorang guru yang handal yang mampu membangun sebuah pasukan perang yang terdiri dari perempuan, terlatih dengan baik, dan itu pertama kali terjadi di dunia.

Penilaian terhadap Laksamana Keumala Hayati bukanlah sekedar menyebutkannya sebagai laksamana perempuan. Keadaan Aceh Darussalam pada masa itu adalah kekurangan tentara karena perang selama berpuluh-puluh tahun.

Perempuan-perempuan perkasa, pasukan berani mati, ksatria Sumatera dari Aceh Darussalam. Kemunculan pasukan pasukan ini pun terdengar sampai ke balik Benteng La Famosa di Melaka dan penduduk negeri lain pun ikut mendengarnya. Dunia pun terkejut dengan hadirnya Laksamana Keumala Hayati bersama Laskar Inong Baleenya yang menjadi kabar hangat antara benua.

Telinga-telinga tentara Portugis yang telah menduduki Melaka itu pun sakit mendengarnya. Mereka tidak pernah mendapatkan lawan yang sekuat Aceh Darussalam. Dan kini, hal yang memalukan itupun terjadi, mereka harus melawan pasukan perempuan yang berjumlah ribuan orang. Apa yang terjadi itu pun terdengar sampai ke daratan Afrika, Asia, dan Eropa.

Apa yang dibuat oleh Keumala Hayati lebih dari 400 tahun lalu, menjadi bukti pada masyarakat dunia bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin besar seperti laki-laki. Penduduk dunia, sejak lama telah menyandingkan perempuan-perempuan dari Aceh dengan tokoh perempuan dunia lainnya.

Tentara Portugis itu berpikir, betapa malunya apabila mereka dikalahkan oleh perempuan yang menurut orang Eropa saat itu adalah penduduk kelas dua. Akan tetapi mereka bisa menyelamatkan muka karena perempuan-perempuan yang mereka hadapi bukanlah perempuan Eropa yang hanya mengurusi bayi dan dapur.

Portugis bisa membela dirinya bahwa yang mereka hadapi adalah perempuan Aceh Darussalam, perempuan-perempuan yang telah dilatih berperang dengan baik dalam sebuah akademi marinir terbesar di Asia Tenggara saat itu, dan datang dengan kapal perang bersenjata lengkap dan canggih untuk menyerang mereka di benteng-benteng pertahanan di Semenanjung Melaka.

Tentara Portugis menangkis tudingan, bahwa dengan melawan perempuan-perempuan itu pun bisa mati, apalagi hanya duduk santai di belakang benteng La Famosa. Setelah Laskar Inong Balee semakin kuat,  dalam beberapa pertempuaran, tentara-tentara laki-laki pun diserahkan di bawah komando Laksama Keumala Hayati dalam rangka menjaga perairan Selat Melaka dari bajak laut Eropa dan menyerang Portugis yang menduduki Melaka.

Dari sudut pandang ilmu kemiliteran, yang paling menentukan dilakukan oleh Keumala Hayati adalah mampu melahirkan pasukan perempuan dalam jumlah besar dengan disiplin tinggi. Lalu menaiki kapal perang dan berlajar menyeberangi Selat Melaka yang berarus deras, untuk menyerang tentara Portugis yang saat itu merupakan angkatan laut besar dunia. Itulah pembaharuan kemiliteran dunia di Asia Tenggara.

Apakah hanya kemampuan mencipta pasukan dan ilmu kepemimpinan saja yang dikuasai Laksamana Keumala Hayati? Tentu tidak, Laksamana Keumala Hayati menguasai lima bahasa, yakni Arab, Spanyol, Inggris, Melayu, dan Aceh. Selain memimpin pasukan tempur dalam jumlah besar, Laksamana Keumala Hayati dipercayakan sebagai ketua protokoler Kesultanan Aceh Darussalam yang dengannya, apa dan siapa saja untuk dan atas nama Sultan Aceh Darussalam, harus melalui Laksamana Keumala Hayati.

Selain itu, Laksamana Keumala Hayati itu merupakan seorang akademisi yang handal. Surat-surat dan karyanya  diteliti di berbagai pustaka dunia, seperti di Portugal, Turki, Inggris, Perancis, Belanda. Sejarah hidup Laksamana Keumala Hayati bukan saja tentang seorang tentara perempuan yang belum ada tandingannya setelah lebih empat ratus tahun.

Namun sejarah hidup Laksamana Keumala Hayati juga kisah ia sebagai seorang isteri, ibu, guru, pemimpin, penulis, dan anggota masyarakat dunia yang terhormat yang alangkah baiknya diteladani oleh orang Aceh mahupun penduduk dunia lainnya.


Penulis: Thayeb Loh Angen, aktivis di Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT)

Sumber: peradabandunia.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak