Mengapa PT. Pos Indonesia (Terkesan) Kalah Dengan Jasa Layanan Kurir Swasta?

Konten [Tampil]
pos indonesia

blogmasadi.com - Sebelumnya saya hendak disclaimer terlebih dahulu; judul artikel berikut isinya tidak ada tendensi untuk mencemarkan nama baik PT. Pos Indonesia, sama sekali tidak ada maksud ke situ. Saya lebih suka jika artikel ini disebut sebagai brainstorming, diskusi terkait kondisi PT. Pos Indonesia saat ini.  Penulisan artikel ini sendiri secara spontanitas, saat saya tiba-tiba terlintas obrolan dengan seorang kawan SMP yang sekarang masih aktif bekerja di PT. Pos Indonesia di suatu kota besar. 

Dari obrolan dengan sang sahabat tersebut, ada empat penyebab mengapa PT. Pos Indonesia tidak bisa bersaing, mari kita kupas satu persatu;

1. Tidak ada inovasi

Dari kacamata saya mengiyakan poin ini, semua orang tahu ketika era Mbah Jendral yang selalu tersenyum, Soharto berkuasa, PT. Pos Indonesia menjadi pilihan satu-satunya bagi masyarakat yang memerlukan jasa mengirim surat, barang atau uang.

Sekarang persaingan semakin ketat dengan lahirnya jasa layanan kurir yang lebih inovatif dan memiliki efisiensi yang lebih tinggi, seperti JNE, TIKI, Ninja, dan sebagainya. Perkembangan teknologi juga kini memungkinkan orang untuk mengirim uang dari jempolnya, tak perlu repot mendatangi kantor pos, dan mengantri di loket buat memakai jasa wesel pos.

2. Bentuk usaha BUMN

Masih di jaman mbah Harto juga, status Pos Indonesia masih merupakan Perusahaan Negara bernama Perum Pos dan Giro. Hingga kemudian keluar Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995, Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT Pos Indonesia (Persero), yang artinya Pos Indonesia harus bisa membiayai dirinya sendiri. Bagi kantor pos yang lokasinya berada di kota besar mungkin tidak masalah dalam membiayai pegawainya, namun akan jadi masalah bagi yang berada di lokasi terpencil karena penjualan benda-benda pos maupun jasa layanan pengiriman tentu tidak seramai yang di perkotaan.

3. Jadi penyalur bansos

Masih menurut sahabat saya, PT. Pos Indonesia sering "diribetkan" pemerintah, dalam arti menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam membagikan bansos, juga pembayaran pensiun, sehingga SDM yang dimiliki Pos Indonesia banyak yang terfokus di situ.

4. Tidak kompeten

Nah ini yang terakhir, yang sebenarnya ngeri-ngeri sedap untuk dibahas. Jadi menurut sahabat saya, Jabatan strategis di Pos Indonesia, konon lebih banyak diisi orang "Titipan" yang tidak menguasai dan memahami permasalahan internal di PT. Pos Indonesia itu sendiri. Jadi konsep "The Rigt Man On The Right Place" tidak berlaku di sini.

Nah, demikian empat penyebab mengapa PT. Pos Indonesia boleh dikatakan hidup segan mati tak mau. Jika memang apa yang saya sampaikan di artikel ini tidak sesuai, saya mohon maaf karena saya pribadi bukan pegawai pos. Sekali lagi tidak ada maksud mencemarkan nama baik siapapun. Apa yang saya tulis berdasarkan apa yang diceritakan oleh sang sahabat, yang memiliki keinginan agar PT. Pos Indonesia bisa lebih baik lagi di masa mendatang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak