Agresi Militer Belanda I | Operatie Product | Aksi Polisionil Belanda di Sumatra

Konten [Tampil]
Medan, kota yang terletak di timur laut Sumatera, menjadi titik awal serangan Belanda untuk memulai agresi militernya (Belanda menyebutnya aksi polisional) dan melancarkan Operasi Produk, menyerang dan menduduki daerah perkebunan yang kaya dan bernilai ekonomi tinggi. Di daerah perkebunan itu, pada paruh kedua abad ke-19 terjadi Het wonder van Deli (keajaiban Deli), di mana perkebunan tembakau, seperti Amhemia, Polonia, dan Deli Maatschappij menjadikan Deli terkenal, dan membuat para pemegang saham Belanda kaya raya.



Kolonel (KNIL) P. Scholten, Komandan Brigade Z yang merangkap sebagai Komandan Territoriaal tevens Troepen Commando Noord Sumatra (Komando Teritorial dan Tentara Sumatera Utara), pada tanggal 21 Juli 1947 mengawali serangannya dari kota pelabuhan Belawan, dan melakukan gerak peningkaran dengan 2 batalyon KNIL (Batalyon Inf-IV dan Inf-VI) untuk merebut Binjai. Jarak Medan-Binjal adalah 25 km, tetapi pasukan penyerang memilih untuk meningkar pertahanan TNI dari utara di daerah Binjai.

Perlawanan pasukan TNI dan laskar-laskar cukup gigih, tetapi serangan kedua batalyon itu tidak tertahankan karena keunggulan daya tembak yang diperkuat dengan kendaraan lapis baja yang berhasil menyeberangi sungai Belawan. Pada hari kedua, setelah bertempur cukup sengit dengan pasukan pertahanan dari Divisi II TNI, kedua batalyan itu berhasil menduduki Binjai dan daerah perkebunan Tanden-Hilir. Batalyon 1/Resimen Infanteri 1 (Batalyon 1-1 RI) Belanda melancarkan serangannya dari Medan ke selatan untuk menyerang dan menduduki perkebunan Arnhemia.

Agresi Militer Belanda I | Operatie Product | Aksi Polisionil Belanda di Sumatra
Para Pejuang Kemerdekaan RI yang tertawan dalam Agresi Militer Belanda

Serangan Belanda mengalami hambatan dari pertahanan TNI dan penembak-penembak runduk di sepanjang jalan. Pada malam harinya Batalyon 1-1 RI baru berhasil menguasai perkebunan yang dilaporkan pasukan penyerang, terbakar bagaikan obor yang menyala-nyala. Dua hari kemudian Batalyon 1-1 Resimen Infantri Belanda melanjutkan serangannya dan berhasil menduduki Deli Tua.

Dari Binjai yang saat itu sudah diduduki pasukan Belanda, pada 24 Juli 1947 Batalyon Inf-IV (KNIL), yang diperkuat kendaraan-kendaraan Skuadron Kavaleri 1, melanjutkan serangannya untuk merebut dan menduduki Kuala. Pasukan penyerang melaporkan bahwa pasukan pertahanan melakukan perlawanan dengan gigih dan berhasil menahan serangan di kota kecil Betiun. Tetapi, menjelang malam hari pasukan penyerang berhasil menduduki sasarannya, dan juga perkebunan Betiun, setelah kendaraan-kendaraan lapis baja membersihkan kantong-kantong pertahanan TNI.

Sementara itu, Kolonel Hotman Sitompul, panglima Divisi II/TNI yang bertanggung jawab atas pertahanan Medan Area, merencanakan untuk melakukan serangan balasan ke kota Medan. Suatu rapat operasi yang membicarakan rencana serangan itu diadakan di Tebing Tinggi dan dihadiri oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Serangan dilakukan oleh 2 brigade Divisl II pada tanggal 23 malam hari Pasukan Brigade Z/Belanda yang mempertahankan Medan adalah Batalyon 4 Resimen Stoottroepen (4-RS) agak kewalahan dengan serangan massal Divisi II TRI, yang datang dari 2 arah, utara dan selatan. Pasukan Belanda bertahan mati-matian, dengan korban yang cukup banyak, tetapi mereka berhasil mermpertahankan kota Medan.

Pada tanggal 28 Jull 1947, Kolone Tempur Brigade Z melanjutkan gerak ofensifnya. Dua batalyon, Batalyon (KNIL) Inf-IV dan Inf-VI, setelah ditarik dari sektor Binjal dan diganti pasukan lain melakukan pendaratan amfibi di Pantai Cermin. Dengan diperkuat satuan lapis baja, pasukan itu bergerak ke selatan untuk merebut Perbaungan (28 Juli 1947), Tebing Tinggi (29 Juli 1947).

Di Tebing Tinggi, pasukan bertahan memberikan perlawanan, tetapi dihadapi pasukan penyerang dengan cukup agresif. Setelah bergabung dengan Batalyon 1-1 RI yang bergerak dari perkebunan Arnhemia, pada malam hari Tebing Tinggi dapat dikuasai oleh pasukan penyerang. Komandan gerakan Letnan Kolonel Maris mendesak Komandan Brigade Z di Medan agar ia diizinkan untuk mempercepat gerakan merebut dan menduduki ibu kota Sumatera, Pematang Siantar. Pematang Slantar diduduki hari itu juga, tanggal 29 Juli 1947. Pasukan Belanda yang masuk Pematang Siantar disambut dengan spanduk bertuliskan "Selamat datang", yang beberapa hari lalu dipasang untuk menyambut Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta.

Tanggal 31 Juli 1947, Brigade Z melanjutkan serangannya. Tujuan selanjutnya adalah membuat suatu rondrit (suatu gerakan memutar) dengan menyusuri wilayah utara Danau Toba, melewati Seribudolok (31 Juli 1947), Kabanjahe (31 Juli 1947), Brastagi, dan Bandarbaru. Gerakan itu harus berkali-kali berhenti untuk memberikan kesempatan pada satuan-satuan zeni tempur untuk menyingkirkan rintangan-rintangan jalan, seperti pohon-pohon yang ditumbangkan, jembatan-jembatan yang dirusak, rintangan-rintangan tank, dan sebagainya. Perlawanan penghadangan tidak banyak dijumpai sehingga gerakan mereka cepat.

Serangan Brigade Z/Belanda merupakan serangan pendadakan bagi pasukan-pasukan TNI maupun laskar-laskar. Pada tanggal 1 Agustus 1947 Kolone Tempur Z bergabung (link up) dengan Batalyon 3-3 RI yang bertugas di pertahanan perkebunan Arnhemia. Tanggal 3 Agustus 1947, di Medan telah diketahui bahwa 4 Agustus 1947 adalah hari terakhir operasi militer Belanda, karena perintah penghentian tembak-menembak akan diberlakukan atas dasar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Brigade Z masih melakukan 2 operasi militer yang spektakuler. Batalyon 3-3 RI dan 4-2 RI digerakkan ke utara Medan untuk menduduki kota pelabuhan Tanjungpura, sedangkan Batalyon 1-1RI bergerak ke selatan untuk menduduki kota pelabuhan penting lainnya, Tanjungbalai.

Di Sumatera Tengah, dari Padang, komandan Brigade U Kolonel J.W. Sluyter menggerakkan 3 batalyonnya untuk menyerang dan memperluas daerah pendudukannya di sekitar Padang. Sementara itu, di Sumatera Selatan Brigade Y yang dipimpin F. Mollinger melancarkan Operasi Produk, menerobos pertahanan TNI, dan berusaha merebut kilang minyak dan daerah pertambangan batu bara Bukit Asam yang terletak sekitar 150 km dari Palembang.

Di Sumatera, sekalipun Belanda melancarkan serangan besar di beberapa daerah, sebagian besar wilayahnya masih berada di tangan Republik Indonesia.


Sumber: Yogyakarta, 19 Desember 1948, Jenderal Spoor (Operatie Kraii) Versus Jenderal Soedirman (Perintah Siasat), Himawan Soetanto

Baca juga:
Perundingan Linggarjati, Sebuah Perjanjian Perdamaian Yang Semu Antara Belanda dan Republik Indonesia

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak