Sejarah Perjuangan Rakyat Surakarta; Pertempuran Empat Hari di Surakarta

Konten [Tampil]

Pertempuran Empat Hari di Surakarta

Perlawanan rakyat Solo terhadap pasukan Belanda tetap berlangsung. Konvoi-konvoi Belanda tiap hari menjadi sasaran penghadangan. Pos-pos pertahanan Belanda di Baturetno, Jatisrono, Sidoharjo di Kabupaten Wonogiri silih berganti mendapat serangan.

Aksi Tentara Pelajar menunggangi truk, foto via suratkabar.id

Meskipun untuk merebut senjata dari tangan Belanda sangat sukar, tetapi operasi mengurangi jumlah tentaranya sangat lancar. Hasil perjuangan gerilya nyata-nyata menguntungkan. Dengan korban yang sedikit, mendapat hasil yang banyak.

Tanggal 27 Juli 1949 merupakan hari yang menguntungkan bagi perjuangan kita. Suatu kompi TBS (Belanda) yang berkekuatan 140 orang pada jam 19.00 telah menggabungkan diri pada pihak TNI dengan bersenjata lengkap. Ki TBS adalah Kompi IV yang bertugas menjaga sekitar stasiun Balapan.

Pukul 19.00 setelah terlebih dahulu mengadakan sabotase dengan membakar gudang persediaan makanan dan pakaian milik Belanda, Ki IV terus menuju ke Polokarto, Sukoharjo dengan membawa banyak senjata.

Akibat dari penggabungan tersebut Tentara R.I. menjadi lebih kuat lagi. Untuk melepaskan amarah, pihak Belanda mengarahkan pembalasannya kepada rakyat.

Tanggal 29 Juli 1949 mulai pukul 09.00 penduduk sekitar Cinderejo dan Kestalan (sekitar RRI), selatan Stasiun Balapan harus meninggalkan rumahnya. Pengambilan barang-barang hanya diberi waktu sampai dengan puku1 16.00.

Tanggal 30 Juli 1949 pembersihan di sekitar Cinderejo, Kestalan mu1ai digerakkan. Rumah-rumah kayu dibakar dan rumah-rumah tembok digilas dengan tank-tank. Tindakan Belanda ini menunjukkan suatu ketakutan terhadap serangan gerilya-gerilya pada tempat-tempat yang penting, yaitu di gedung R.O.LO (RRI sekarang) yang bertempat di Kestalan dan tempat penyimpanan minyak BPM di Cinderejo.

Mereka menduga bahwa dengan adanya satu Ki TBS yang menyeberang ke pihak TNI tentu akan menyerang ke dalam kota. Kekuatiran Belanda dihadapkan terhadap rakyat. Semua orang tak ada lagi yang dipercayai. Kekejaman mereka semakin menjadi-jadi. Pembunuhan terhadap penduduk dan anak perempuan tidak dikecualikan.
.
Tanggal 3 Agustus 1949 pukul 22.00 Panglima Besar Letnan Jenderal Soedirman memerintahkan untuk menghentikan tembak-menembak mulai tanggal 11 Agustus I 949 untuk Jawa dan tanggal 15 Agustus 1949 untuk Sumatera, atas dasar Perintah Presiden/Panglima Tertinggi, tanggal. 3 Agustus 1949 tentang persetujuan pemberhentian permusuhan antara R. I. dan pemerintah Belanda.

Perintah tersebut meskipun mengakibatkan rasa berat dan pedih dalam kalangan anggota-anggota TNI, namun dipatuhi demi menjunjung nama baik Negara R.I. Tempo perjuangan tinggal sedikit hari lagi. Kesempatan yang pendek ini harus digunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan keuntungan posisi yang baik untuk merebut kedudukan musuh sebelum gencatan senjata dan terutama memperlihatkan tekad yang besar dari pasukan kita dalam menghalau musuh.

Bersambung ke:
Serangan umum di Solo

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak