Sejarah Perjuangan Rakyat Surakarta; Serangan Umum di Solo

Daftar Isi

Serangan Umum di Solo

Surat Perintah Komandan Brigade V /II merupakan perintah serangan umum terhadap Kota Solo. Surat Perintah memang bertanggal 8 Agustus 1949, tetapi secara lisan Letkol. Slamet Riyadi telah memerintahkan serangan umum pada tanggal 7 Agustus 1949. Dengan demikian tanggal 7 Agustus mulai pukul 04.00 pagi pasukan-pasukan kita sudah bergerak menyusupi kota Solo dengan diam-diam untuk mengepung musuh dengan tugasnya masing-masing, hingga akhirnya kedudukan musuh di kota laksana betul-betul terkepung, seperti ungkapan bahasa Jawa Kinepung wakul binoyo mangap, Artinya, seperti terkurung di dalam bakul sedangkan mau keluar sudah disambut mulut buaya yang terbuka Iebar-lebar.

serangan umum di solo
Pasukan Belanda melintasi sebuah jembatan, foto via antvklik


Pada ± pukul 09.00 pertempuran mulai berkobar. Tentara Belanda dalam keadaan bingung, karena dari segala jurusan mereka mendapatkan serangan. Mereka membalas serangan kita secara membabibuta. Suara dentuman mortir dan rentetan senjata otomatis terdengar di segenap pelosok kota.

Pasukan-pasukan kita terus mendesak maju dengan mempergunakan setiap perlindungan yang ada. Belanda segera mengerahkan angkatan udaranya.

Kota Solo sebelah barat (sekitar Lawean) menjadi sasaran lima buah pesawat pembom, sedangkan dua buah pesawat Mustang beraksi di sebelah utara kota. Menghadapi serangan-serangan udara ini pasukan kita hanya bertahan.

Namun begitu, musuh yang berlalu-lalang dari kedudukannya tentu menjadi sasaran penembakan. Pasukan-pasukan truk Belanda mulai bersimpangsiur di jalan-jalan raya untuk mencari mangsanya. Pertahanan kita di sebelah selatan, terdiri dari pasukan Tentara Pelajar ditambah dengan pasukan TNI. Komandan Brigade V /II Letkol. Slamet Riyadi sendiri ikut terjun dan memimpin palagan. Pasukan kita sudah dapat merapat ke jalan besar Purwosari (sekarang JI. Slamet Riyadi).

Pasukan Tentara Pelajar (T.P.) di bawah pimpinan Mayor Achmadi dari arah utara telah dapat mendesak musuh sampai Balaikambang. Pasukan kita sejak tanggal 7 Agustus 1949 pada malam hari selalu menyerang dan mendesak musuh. Sebaliknya pasukan Belanda pada malam hari tidak berani keluar, sedangkan pada siang hari mereka menggerakkan tank-tank lapis baja dan angkatan udaranya dengan menyerang secara membabibuta. Rakyat Solo telah banyak yang menjadi korban. Musuh tidak kenai laki-laki atau perempuan, bahkan anak-anak kecil juga banyak yang dibunuh.

Pasukan Belanda membunuhi warga sipil

Bagaimana kekejaman musuh itu tergambar pada kejadian tanggal 8 Agustus 1949 pukul 24.00 di Pasar Kembang yang selalu membekas di hati penduduk. Sejumlah 24 orang termasuk wanita dan anak-anak menjadi korban penyembelihan tentara Belanda. Rumah tempat kediaman penduduk yang dibunuh terus dibakar pada saat itu juga.

Tanggal 10 Agustus 1949 terjadi lagi pembunuhan besar-besaran di Pasar Nangka terhadap penduduk yang betul-betul tidak mengenal rasa perikemanusiaan, sebagai tindakan balas dendam atas terbunuhnya dua orang OL akibat serangan pasukan gerilya. Pada pukul 11.00 semua penduduk laki-laki dan wanita diharuskan keluar rumah. Setelah itu rumah-rumah mereka dibakar dengan alat-alat penyembur api, sedangkan penghuninya ditusuk-tusuk dengan bayonet, ditembak dan disiksa.

Hal ini membuktikan bahwa Belanda sudah tidak mempunyai kepercayaan lagi terhadap alat-alat pemerintahnya sendiri, terbukti di antara korban-korban itu terdapat beberapa pegawai pemerintah Belanda.

Pembunuhan keji yang dilakukan Belanda itu sebagian besar dilakukan oleh orang-orang Indonesia sendiri yang telah bersedia mengkhianati tanah airnya untuk menjadi kaki tangan dan budak Belanda. Korban penduduk ada 36 orang termasuk lima wanita, seorang bayi berumur tiga bulan dan dua orang anak.

Mereka baru mengundurkan diri setelah pada pukul 14.00 terdengar tembakan-tembakan dari pihak TNI yang mulai lagi mengadakan serangan-serangan taraf baru secara besar-besaran. Namun begitu pembunuhan dan penyembelihan oleh Belanda masih berlangsung di beberapa bagian kota.

Pesawat-pesawat Belanda pun masih juga mengadakan pemboman di kampung Lawean setiap hari. Kota Solo benar-benar sudah merupakan palagan pertarungan antara hidup dan mati.

Demikianlah serangan gerilya pada tanggal 8 Agustus 1949 itu bertujuan untuk selekas mungkin memberikan dukungan moril dan materiil serta menunjukkan kebesaran tekad dan kesanggupan kita untuk melumpuhkan kekuatan Belanda.

Belanda semakin terdesak, sehingga separuh Kota Solo dapat diduduki oleh pasukan gerilya dan kekuatan musuh hanya tinggal dalam tangsi-tangsinya yang mengharapkan bantuan dari Semarang.Serangan gerilya ke dalam Kota Solo berlangsung selama empat hari, sampai pukul 24.00 tengah malam saat berlakunya gencatan senjata tanggal 10 Agustus 1949.

Anggota TNI memperlihatkan kedisiplinannya. Mereka menaati perintah panglima besarnya, walaupun mereka yakin bahwa dengan serangannya yang telah mereka lakukan dengan dahsyat itu, Belanda dapat diusir dari bumi Kota Solo, jika tak ada gencatan senjata.

Pukul 24.00 tepat berakhirlah bunyi letusan-letusan senjata dalam Kota Solo. Hening bening seketika. Kesunyian yang padat dengan ketenangan. Akhirnya terdengar sayup-sayup suara lagu Indonesia Raya.

Lagu kebangsaan Indonesia Raya yang selama pendudukan Belanda hilang dari angkasa raya Surakarta, kini menggema kembali, penuh kebanggaan dan kemegahan atas kemenangan-kemenangan di samping keharuan dan kesedihan atas segala korban untuk kemerdekaan
.
Gencatan senjata berlaku dengan meninggalkan korban yang tidak sedikit. Beberapa korban di pihak kita dan pihak musuh tidak dapat diketahui dengan pasti. Tetapi yang terang di pihak penduduklah yang banyak tewas, terutama di Kampung Pasar Nangka, Madyotaman, Petetan, Kepunton, Patangpuluhan, Pasar Kembang dan Lawean. Menurut perhitungan kasar, 1800 orang telah tewas.

Meskipun demikian di luar kota Belanda masih juga memuntahkan peluru-peluru mortir dan mitraliur secara membabi buta hingga pukul 04.00.

Belum lagi hilang bau mesiu dari udara, tiba-tiba tanggal 11 Agustus 1949 pada pukul 05.00 pasukan tentara Belanda yang berkulit hitam dengan baret hijau mengadakan teror di dalam kota di mana tidak ada pasukan gerilya kita. Pasukan Baret hijau ini didatangkan dari Semarang untuk membantu pasukan Belanda di Solo.

Mereka mendatangi pos-pos PMI di Gading yang terletak di rumah Dr. Padmonagoro dan tanpa perikemanusiaan mereka mengadakan penyembelihan masal terhadap orang-orang yang berada di pos PMI tersebut sebanyak 21 orang.

Selain itu mereka juga melakukan teror di daerah Kratonan dan Jayengan. Setelah diketahui oleh TNI maka segera djtindak. Pengejaran ·segera dilakukan. DaIam pengejaran itu tujuh orang pasukan Belanda menemui ajalnya.

Lebih kurang jam 10.00 pagi tanggal 12 Agustus 1949 barulah terlaksana sepenuhnya penghentian tembak-menembak di Kota Solo.

Bersambung ke :
Penyerahan kota Solo
Azhar Titan Bukan siapa-siapa

6 komentar

Comment Author Avatar
Sabtu, 13 Juni, 2020 Hapus
Dibandingkan jogja, solo agak kompleks pas masa revolusi fisik
Apalagi setelah ada gerakan anti swarnapraja jadinya rakyatnya enggak begitu patuh sama rajanya
tapi di balik itu brigjend slamet riyadi jadi ikon kota solo banget
berkat serangan ini posisi tawar Indonesia di meja diplomasi naik

trims atas sharingnya mas
Comment Author Avatar
Sabtu, 13 Juni, 2020 Hapus
Slamet Riyadi masih sangat muda ketika memimpin perlawanan terhadap Belanda, usianya baru 22 tahun, namun sepak terjang Beliau tidak diragukan lagi sehingga dsegani militer Belanda, namun malangnya Beliau gugur saat menghadapi pemberontakan RMS di Ambon.
Comment Author Avatar
Senin, 15 Juni, 2020 Hapus
Terima kasih sudah share sejarah seperti ini.. Terima kasih juga untuk pahlawan-pahlawan yang terlibat langsung dalam pertempuran di atas...
Comment Author Avatar
Senin, 15 Juni, 2020 Hapus
Terima kasih Bang Ancis sudah berkunjung ke blog saya, kebetulan saya penggemar sejarah, minimal bisa buat cerita ke anak cucu nanti...
Comment Author Avatar
Selasa, 16 Juni, 2020 Hapus
Senang bacanya sejarah bangsa diulas di blog ini, mengingatkan pelajaran masa sekolah dulu.
Terimakasih ulasannya, mas.
Comment Author Avatar
Selasa, 16 Juni, 2020 Hapus
sama sama,

buku sejarah kalau hanya ditaruh maka tidak banyak orang tertarik untuk menyentuhnya, semoga dengan mempostingnya dalam blog akan menimbulkan kecintaan pada negara melalui sejarah.